Shalat: Tempat Merindu Maha Rindu



Oleh: Iqbal Anggia Yusuf
Mahasiswa STAI Tasikmalaya
APA yang manusia rindukan adalah apa yang ia cintai. Bila ia telah dan benar-benar cinta pada siapa yang ia cintai, maka lahirlah kesetiaan. Bila ia berjanji akan, telah, dan terus setia, tentu perasaan rindu akan selalu hadir dalam hatinya. Ia yang merindukan kekasihnya akan selalu ingin bertemu,  memandang, dan ingin terus setiap waktu bersamanya.
Ia rela meninggalkan kepentingan lainnya dan setia menyempatkan waktu demi bertemu melepas rindu. Ia mengingat dan terus mengingat namanya, serta memiliki keinginan yang kuat untuk bertemu dengannya. Demikian adalah rindu namanya.
Siapakah yang paling berhak kita rindukan? Dan bagaimana cara menghadirkan rasa rindu? Serindu-rindunya kita pada manusia janganlah melebihi rindu kita pada Tuhan dan Rasul-Nya. Dialah yang berhak kita rindukan, Allah Yang Maha Merindu Pemberi rasa rindu. Bukankah Dia selalu setia menunggu, bahkan memanggil kita 5 kali (waktu) setiap hari? Tidakkah kita mendengar dan memenuhi setiap panggilan rindu-Nya? Setia pada janji (waktu dan tempat pertemuan) yang telah ditentukan. Bukankah, “Shalat (yaitu tempat dan waktu merindu) merupakan fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (yaitu orang-orang yang setia dan selalu rindu pada Tuhannya?)”. (QS. An-Nisa: 103)
Ada hal lain yang jauh lebih indah dari sekadar pengungkapan, yaitu pembuktian. Tuhan pun demikian. Dia akan merindukan hamba-Nya yang berusaha sekemampuan dirinya (bukan sekehendak) untuk membuktikan cintanya. Di sana akan terlihat siapa yang benar-benar mencintai Tuhannya. Dan akan terlihat pula siapa yang cintanya hanya sekadar pengakuan saja, tidak sampai pada pembuktian. Lalai, berdusta. Demikian bukanlah rindu namanya.
Shalat merupakan Rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Ibadah (fardhu) utama yang Tuhan perintahkan kepada Muhammad SAW serta umatnya. Shalat adalah ibadah yang menenangkan, menentramkan lagi menyejukkan hati. “Kesejukkan hatiku berada pada shalat” (HR. Bukhari & Muslim), demikian Rasul SAW bersabda. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berlisan pada muazin, “Ayo bangun, Bilal! Buat kami nyaman dengan shalat”(HR. Abu Daud). Demikian kerinduan beliau patron kita.
Barangsiapa yang mendirikannya dengan khusyuk (tepat waktu dan berjamaah) maka begitulah cara menghadirkan rasa rindu. Pembuktian dari kesetiaan ia pada Tuhannya. Ia akan terus menunggu dan terus menunggu setiap panggilan-Nya. Bila Dia memanggil, bergetarlah hatinya. Bersegera memenuhinya seraya berdoa dengan melangkahkan kaki kanan (masuk masjid), “Aku memohon kepada-Mu pintu-pintu rahmat-Mu”.
Melalaikan (waktunya) bahkan sering meninggalkan shalat (berjamaahnya) adalah bentuk pengkhianatan, perselingkuhan, dan penyiksaan diri yang tidak akan terasa (dosanya) bagi mereka yang keras hatinya. “Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya”. (QS. Al-Ma’un: 4-5).  Bagi mereka yang istiqomah dengan waktu dan berjamaahnya, shalat adalah tempatnya kenikmatan, kemesraan, dan tempat kerinduan bersama Tuhannya.
“Kami rindu dan kami menunggu”. Demikian lisan mereka kepada Tuhannya yang selalu menunggu waktu kemenangan. Ia adalah tempat dan waktu ketenangan, kerinduan, dan penghasil kenikmatan. Manisnya keimanan tidak dapat digambarkan, tetapi terasa dalam hati kedekatan ia dengan Tuhannya. Setelah salam, tersenyumlah hatinya. Setelah kaki kiri melangkah (keluar masjid), ia berlisan dengan doa dan i’tikad perjuangan, “Kami siap menjaganya!”. Begitulah hati yang rindu pada Tuhan. Setia menjaga setiap waktu pertemuan (shalat) yang telah dijanjikan (ditetapkan). Adakah hati kita rindu pada-Nya? Rindu dan setia pada Tuhan yang Maha Merindu. Wallahu a’lamu. []