Toilet merupakan fasilitas yang urgent di ruang publik. Salah satunya di mega pusat perbelanjaan seperti mall. Tentu saja toilet tersebut harus diperuntukkan secara gratis. Namun apa jadinya jika mall menyediakan toilet tapi dipungut biaya?
Hal itu yang dirasakan oleh Anang Uppie, warga Banjarmasin. Berikut tulisannya atas kegelisahan menghadapi mall yang memungut tarif toilet.
Selasa, 19 Januari 2016 kemarin mungkin menjadi pelajaran berharga bagi pihak manajemen salah satu Mall Banjarmasin.
Sore itu saya bersama keluarga berkunjung ke mall tersebut, kebetulan anak laki laki saya yang berusia 4 tahun kebelet mau pipis, lalu saya antarkan ke toilet, tapi alangkah terkejutnya saya karena di depan pintu masuk toilet seorang wanita duduk di depan meja, wanita itu bertugas memungut setiap pengunjung yang masuk toilet dengan tarif Rp.1000.
Melihat hal itu, timbul pikiran saya untuk ngasih pelajaran pada pihak manajemen Mall ini, masa toilet yang merupakan fasilitas wajib disediakan malah dikenakan tarif. Kalau mereka mau mengenakan tarif mending jadi pasar tradisional saja, karena dalam aturan sebuah mall/pasar modern, toilet adalah fasilitas yang wajib disediakan. Mengenakan tarif untuk toilet di mall jelas perbuatan illegal.
Saat wanita petugas penjaga toilet itu meminta tarif kepada saya, saya tanyakan kepada dia, kenapa dikenakan tarif, apakah ini tarif resmi atau ilegal.
Lalu dia menjawab, “Ini resmi, Pak!
Kemudian saya tanya lagi, “Resmi dari pihak mall atau pihak ketiga lainnya?”
Mendengar pertanyaan saya dia hanya menjawab, “Saya tidak tahu, Pak. Saya cuma bertugas memungut tarif ini.”
Memang wanita itu hanya petugas yg digaji untuk melakukan itu, jadi jelas kesalahan ini sepenuhnya oleh manajeman mall tersebut. Mengapa saya bertanya tentang siapa yang mengelola pemungutan tarif tersebut, karena apabila pihak mall yang memungut, itu jelas melanggar aturan. Karena harusnya toilet adalah fasilitas wajib yang mereka sediakan (seperti halnya bak sampah agar orang tidak membuang sampah sembarangan) dan kalau ada pihak lain atau pihak ketiga yang melakukan, itu artinya pihak mall tidak menyediakan fasilitas toilet, karena toilet yang ada dikelola oleh pihak ketiga, dan ini merupakan bisnis, bukan fasilitas. Artinya pihak mall tidak memenuhi kewajiban mereka sebagai pihak pengelola.
Karena memang dari awal niat saya ingin memberi pelajaran kepada pihak pengelola mall ini, maka saya buka celana anak saya. Lalu saya kencingkan anak saya dilorong tersebut. Banyak orang lewat yang heran melihat kelakuan saya dan anak saya (dalam hati kecil saya “Maaf ya nak, kamu terpaksa ayah korbankan demi ngasih pelajaran pada mereka”) Kemudian datang dua orang security yang langsung memarahi saya (wajahnya sangar dan sangat emosi) saya sudah menebak hal ini akan terjadi, dan memang saya ingin ini terjadi, karena hanya dua hal kalo hal ini terjadi, security itu akan memukul saya atau saya akan diusir dari mall).
Petugas yang sudah emosi itu langsung menggertak saya, katanya saya sudah melanggar aturan! lalu saya tanyakan kepada mereka, “Aturan mana yang saya langgar?
Lalu petugas itu menjawab, karena saya mengencingkan anak saya di sembarang tempat di mall!! lalu saya jawab “Kalau pihak mall ingin anak saya tidak kencing sembarangan, sediakan toilet!
Petugas itu semakin marah, dan menunjuk toilet di depan saya! “Bapak tidak bisa baca, ini toilet?!”
“Saya tahu itu toilet! Tapi sayang saya tidak punya uang untuk membayar tarifnya,” jawab saya.
“Ah masa cuma seribu saja Anda tidak punya?!” kata petugas itu.
“Iyaa, saya tidak punya!” jawab saya.
kemudian salah satu seCurity itu semakin emosi, “Kalo saya geledah dan saya temukan uang, kamu saya pukuli ya!” katanya.
Lalu saya jawab dengan santai, “Satu saja jari kamu menyentuh badan saya, kamu akan berurusan dengan hukum!”
Ternyata dua petugas itu cuma gertak sambal, padahal terus terang saya sangat mengharap petugas itu memukul saya, bukan karena saya orang yang berani atau jagoan. Seandainya dia nekad memukul saya, maka itu akan jadi modal saya untuk membuat masalah ini jadi rame, saya akan tuntut pengelola mall tersebut dengan dua tuntutan.
Pertama telah melakukan tindakan ilegal karena melakukan pemungutan tarif untuk toilet, dan yang kedua karena telah melakukan tindak kriminalisasi.
Saat ribut-ribut, datang seorang petugas lainnya, sepertinya jabatannya lebih tinggi dan lebih pintar daripada dua preman berseragam security tersebut. Lalu kami berdebat tentang pemungutan tarif toilet di mall. Saya bersikeras bahwa saya terpaksa mengencingkan anak saya sembarangan karena saya tidak punya uang untuk bayar tarif toilet, dan itu tidak bisa dipaksakan.
“Anda melarang anak saya kencing sembarangan, tapi anda tidak menyediakan toilet agar anak saya tidak kencing sembarangan? Saya memang salah, tapi tentu pihak anda lebih salah lagi!”
Mendengar itu dia cuma bisa diam, di akhir debat dia mewakili pihak mall meminta maaf pada saya, dan menyuruh petugas lainnya membersihkan air kencing anak saya yang membasahi dinding dan lantai lorong tersebut.
Saya ingin hal ini diselesaikan, jangan sampai pihak mall memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat awam tentang aturan yang sebenarnya, tentang hak yang seharusya wajib mereka sediakan secara gratis, bukan dikenakan tarif. [Paramuda/ BersamaDakwah]