Heboh Wisuda Digrebek: Mahasiswi Ini Malu Sebut Kampusnya



Seorang mahasiswi yang mengikuti proses wisuda perguruan tinggi swasta abal-abal membantah bahwa dirinya tak pernah mengikuti proses pembelajaran seperti yang ditudingkan Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Kepada Tempo, dia mengaku sudah empat tahun mengikuti proses pembelajaran.

"Di Subang saya kuliah di Yayasan Insani, pokoknya kita ikut pembelajaran di sana di bawah Yayasan Aldian Nusantara. Saya kuliah selama empat tahun, delapan semester, dan mendapat 144 SKS," katanya seusai mengikuti wisuda di gedung Universitas Terbuka, Sabtu, 19 September 2015.

Sang mahasiswi yang bekerja di sebuah pabrik garmen di Subang itu mengatakan bahwa proses pembelajaran biasanya dilakukan pada Sabtu dan Ahad. Sang dosen, menurut dia, selalu hadir untuk melakukan pembelajaran secara tatap muka. Namun, perempuan 22 tahun itu malu-malu menyebutkan secara jelas nama perguruan tinggi swasta tempatnya belajar.

Demikian juga saat ditanyakan mata kuliah yang menjadi favoritnya. Ia juga tidak jelas menyebutkannya, bahkan ia tidak tahu nama mata kuliah yang ia sebutkan itu mempelajari tentang apa. "Apa yah, banyak deh pokoknya, yang lain saja deh pertanyaannya," ungkapnya.

Sebelumnya Tim Evaluasi Kinerja Akademik Perguruan Tinggi Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi menemukan wisuda ilegal yang diadakan oleh Yayasan Aldian Nusantara pada Sabtu kemarin. Supriadi Rustad, Ketua Tim, mengatakan bahwa acara wisuda yang dilakukan Yayasan Aldiana Nusantara itu tanpa izin dari Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) dan tidak melapor ke pangkalan data pendidikan tinggi.

Wisuda abal-abal tersebut diikuti beberapa perguruan tinggi. Antara lain Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Telematika, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Ganesha serta Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Suluh Bangsa.

"Dari STT Telematika 295 peserta, STKIP Suluh Bangsa 293 peserta, STIT Tangerang Raya 150 peserta, sehingga total peserta wisuda 738. Jumlah yang diwisuda sama yang hadir berbeda, yang hadir pada hari wisuda ternyata ada 978 peserta," ujar Supriadi.

Dia menambahkan, sebelumnya tim evaluasi sudah menelusuri aktivitas pembelajaran jarak jauh kampus abal-abal ini. "Setelah ditelusuri ternyata tidak ada pembelajaran. Jadi seperti jual-beli ijazah. Ini pelanggaran," ujarnya.

Praktek jual-beli ijazah yang dilakukan kampus abal-abal ini, menurut dia, sudah berlangsung selama tiga tahun. Tiap peserta umumnya dimintai bayaran hingga Rp 15 juta per orang untuk mengikuti wisuda dan mendapat ijazah. 

Kejanggalan lain, menurut dia, peserta wisuda tak tahu nama perguruan tinggi di mana mereka berkuliah. "Kami tanya, mereka tidak bisa menjawab dari kampus mana, hanya menunjuk spanduk acara saja,” ujarnya. (Tempo.co)